Wednesday 26 October 2011

Naskah Drama 2011 "Jangan Pergi Bang"


JANGAN PERGI BANG…
(Karya : Ali Mustofa)
Sebuah keluarga kecil yang telah lama kehilangan kasih sayang seorang ibu yang telah lama meninggalkan ketiga anaknya untuk selama-lamanya. Keluarga kecil  yang terdiri dari seorang abang dan kedua adik perempuannya yang sangat manja. Penderitaan ketiga saudara itu semakin lengkap saat ayah yang seharusnya menjadi tumpuan kasih sayang justru meninggalkan mereka dengan menikah lagi. Sehingga, beban keluarga itu dipikul oleh seorang abang yang sebenarnya dia sendiri maasih sangat terpukul oleh keputusan ayahnya untuk menikah lagi. Berbagai cara untuk menghilangkan stress pun dia lakukan, himgga akhirnya mengantarkan dia dalam keputus asaan. Namun disisi lain, dia adalah abang yang sangat bertanggung jawab terhadap adik-adiknya. Pekerjaan yang kasar sekalipun dia jalani untuk mencukupi semua kebutuhan hidup adik-adiknya.

Pada suatu ketika,  tampak si abang sedang duduk sendirian di samping meja makan, dia minum secangkir kopi. Sesaat kemudian dia ingin mengkonsumsi sesuatu. Sebuah kantong plastik berisi beberapa butir pil dia ambil dari kantong bajunya. Saat dia mau mengambilnya dengan menyobek uujung kantong plastik, dia terlalu keras menyobeknya, hingga, jatuh berhamburan semua isi kantong. Kemudian dengan tergesa-gesa dia memunguti satu persatu. Kemudian dia memasukkan semua pil kedalam kantong bajunya. Kemudian dia menyisakan satu butir untuk langsung diminumnya. Tiba-tiba adiknya keluar. Si abang segera pergi tanpa pamit terlebih dahulu. Adiknya mencoba mengejar namun si abang terlanjur pergi. Adiknya kemudian memungut sebutir pil yang masih tercecer di lantai. Dengan perasaan tak menentu adiknya hanya bisa memandang jauh ke arah abangnya pergi.
LAMPU PADAM.

ABANG PULANG KERJA
1.  Abang      : “Nin, kopinya mana?”
2.  Nindi        : (Suara dari dalam) “Iya Bang’
3.  Abang      : “Cepaat!!!’
4.  Nindi        : “Sabar sedikit kenapa…”
5.  Abang      : “Cepaaat!!!”
6.  Nindi        ; “Iya iya…” (Muncul dengan membawa secangkir kopi) “Gitu saja pakai bentak-bentak, kalau mau cepat ya ambil sendiri saja Bang”
7.  Abang      : “Mau nglawan kamu ya!?? Kamu seneng kalau abangmu ini mati kehausan!? Iya!??”
8.  Nindi        : “Eh Bang, bikin secangkir kopi itu tidak mudah. Harus merebus airnya dului lah, ambil cangkirnya lah, menuangkan airnya lah, menuangkan kopinya lah, gulanya lah, belum lagi..”
9.  Abang      : “Belum lagi apa? Apa!??”
10.   Nindi     : “Jalan dulu dari dapur. Jalan dengan hati-hati supaya kopinya tidak tumpah. Bang, segala sesuatu di dunia ini tidak ada yang serba instant. Semua butuh proses. Tidak bisa ada dengan begitu saja.”
11.   Abang   : “banyak ngomong kamu!!!” (Sambil menyiramkan kopi ke muka Nindi) “Kamu anak kecil tahu apa? Kamau belum merasakan pahitnya kehidupan. Kerasnya kehidupan di luar sana. Bekerja keras. Banting tulang. Peras keringat. Bikin kopi saja tidak becus sudah berani menceramahiku”
12.   Nindi     : (Menangis terisak-isak)“Bang, bukan hanya di luar sana. Di dalam keluarga ini pun kehidupan yang keras itu sudah aku rasakan. Sejak kecil aku sudah tidak merasakan hangatnya pelukan seorang ibu. Sejak kecil aku sudah tidak merasakan kasih sayang dari seorang ayah”
13.   Abang   : “Diam cerewet! Jangan kau singgung tentang dia. Jangan kau ungkit lagi tentang dia!”
14.   Nindi     : “Sekarang yang aku punya adalah seorang Abang dan seorang kakak, yang kuharapkan bisa menjadi pengganti seorang ayah dan ibu bagiku. Yang seharusnya menjadi tempatku berlindung, tempatku bermanja, dan tempatku berbagi.”
15.   Abang   : “Eh!! Keluarga ini bukanlah seperti keluarga yang lain. Disini kita harus bisa berdiri sendiri. Manja? Manja yang kamu minta? Bukan hanya kamu yang merindukan di manja, Abangmu ini juga. Tapi, apa cukup hidup kita ini kalau hanya untuk bermanja-manja”
16.   Nindi     : “Setidaknya, Abang bisa untuk tempatku berlindung, dan Abang juga sebagai tempatku untuk berbagi. Hanya itu bang, hanya itu yang sangat aku harapkan dari Abang. Tidak lebih”
17.   Abang   : “Berlindung? Eh, sejak kecil, kamu sudah Abang ajari bagaimana cara melindungi diri kita sendiri. Sejak kecil, Abang sudah katakana kepadamu. Hidup ini tidak boleh selalu bergantung dengan orang lain. Hidup kita adalah milik kita. Bukan milik orang lain. Berbagi? Sejak kecil kita sudah berbagi. Berbagi kesedihan. Berbagi derita, dan berbagi  air mata. Apakah itu semua belum cukup?”
18.   Nindi     : “Bang, aku yakin kalau keluarga kita yang selalu berderai air mata ini bisa merasakan kebahagiaan, seperti keluarga-keluarga yang lain. Aku punya Abang yang sejak kecil selalu bekerja keras untuk menghidupi adik-adiknya. Seorang Abang yang tak pantang menyerah oleh kerasnya kehidupan. Seseorang ibarat sebuah kapal dalam deburan ombak di tengah lautan luas, dan tetap tegar melaju di tengah badai yang menghempas”
19.   Abang   : “Sayangnya, Abangmu ini bukanlah Abang dalam pikiranmu itu. Abangmu ini tak lebih dari sebuah batu terjal di tengah gurun yang luas. Ahh!!! Persetan dengan semua itu!!”
Naskah ini baru kami posting 10%, untuk lebihlengkapnya bisa anda download disini.

0 comments:

Post a Comment

Komentarmu adalah bagian dari nafasku...

Looking for best Information

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Ali_Mustofa | cheap international calls