Wednesday 26 October 2011

Download Gratis Mp3

Download Gratis Mp3

Naskah Drama / Fragmen Tema Traficking dengan Judul : "Kadung dadi Ampas"


KADUNG DADI AMPAS

Karya                          :  Ali Mustofa,S.Pd. (Pacitan Jawa Timur)
Ada 4 tokoh:
1.    Parjo                    : Petani muda yang sukses. Bawa laptop merk apel dengan apel yag di lakban di balik laptopnya. Wong ndeso yang dengan pendidikannya menggambarkan bertani yang mengacu pada kemajuan tekhnologi.
2.    Mbok De              : Menyesali kepergian anak perempuannya yang tak tahu entah kemana setelah mendapat iming-iming dapat pekerjaan dengan gaji tinggi di luar kota.
3.    Parmi                   : Seorang Pemudi korban mode dan tren yang akhirnya jadi korban bujuk rayu.
4.      Bos                  : Seorang Bos penipu (hanya tampil sekilas).
Adegan 1 :
Awal cerita, tampak seorang pemudi korban mode bernama Parmi. Kemudian datang bos. Yang kemudian merayu Parmi dan dijanjikan akan bekerja enak dengan gaji tinggi di luar kota. Kemudian dia mau. Berangkatlah Parmi.
Adegan 2 :
Narator membacakan, beberapa bulan kemudian. Beberapa bulan berlalu, tampak Mbokde (Mboknya PArmi) sedang nembang…. Caping gunung
1.    Mbokde        : “Dek jaman rekoso…Njur kelingan, anak wadon….Jare.. golek koyo… nanging ngopo malah lungo… Biyeenn, nate janji, ning saiki malah nyandi….. Hoalah nduk nduk, kamuy itu pergi kemana to? Katanya ingin membahagiakan simbok lha kok malah menyengsarakan simbok begini. Sengsara memikirkan bagaimana nasibmu sekarang. Tahu gini, kita hidup apa adanya yang penting ngumpul. Yang penting bahagia”
Parjo tiba-tiba datang
2.    Parjo             : “Ada apa to mbok? Kok nggremeng sendiri? Jangan-jangan simbok ini sudah…. Sudah….???”
3.    Simbok          : “Sudah gendeng?? Itu maksudmu? Iya Jo. Simbok sekarang sudah gendeng. Gendeng memikirkan nasibnya Parmi. Sudah berbulan-bulan tidak ada kabar.”
4.    Parjo             : “Lho?? Bukannya dia kerja di Jakarta? Denger-denger, dia kerja enak disana. Kerja enak dengan gaji tinggi. Lha wong nasibnya mujur kaya gitu, apanya yang kurang Mbok?”
5.    Simbok          : “Katanya dulu iya, awalnya dia masih sering kasih kabar. Masih sering telpon Simbok. Setelah itu,…”
6.    Parjo             : “Setelah itu bagaimana Mbok?”
7.    Simbok          : “Setelah itu sampai saat ini, wis mboh…”
8.    Parjo             : “Pantes, dia sudah tidak pernah update status di facebook, sejak 3 bulan lalu”


9.    Simbok          : “Simbuk? Simbuk apa to Jo?”
10.    PArjo          : “Facebook mbok. Tempat ngobrol lewat internet.”
11.    SImbok       : “Lho kok ngernet barang, ooo, maksudmu si Tono yang dulu biasa ngernet dengan kamu itu sekarang dodol simbuk, simbukan”
12.    Parjo           : “Bukan itu mbok. Ini lo, tak kasih tau” (kemudian dia mengambil laptop)
13.    Simbok       : “Apa itu Jo?
14.    Parjo           : “Laptop”
15.    Simbok       : “Slontop?? Kok ada apelnya?”
16.    Parjo           : “Ini laptop, mereknya apel”
17.    Simbok       : “Yang mereknya Telo ada tidak?”
18.    Parjo           : “Ada mbok.”
19.    Simbok       : “Mana?”
20.    Parjo           : “Besok, kalau anak Indonesia sudah pinter. Bisa membuat laptop sendiri. Di kasih merk Telo, untuk membuktikan, bahwa anak ndeso yang gedenya dari telo pun bisa membuat laptop. Bukannya pemuda kemutho yang pamer laptop hasil kreditan korban pasaran dan korban tren, tetapi tidak tau cara menggunakannya”
21.    Simbok       : “Wis lah, Simbok ra bakalan mudeng walaupun kamu jelaskan panjang dan lebar. Simbok tidak suka yang panjang-panjang. Kembali ke…”
22. selanjutnya bisa anda download disini

Naskah Drama 2011 "Jangan Pergi Bang"


JANGAN PERGI BANG…
(Karya : Ali Mustofa)
Sebuah keluarga kecil yang telah lama kehilangan kasih sayang seorang ibu yang telah lama meninggalkan ketiga anaknya untuk selama-lamanya. Keluarga kecil  yang terdiri dari seorang abang dan kedua adik perempuannya yang sangat manja. Penderitaan ketiga saudara itu semakin lengkap saat ayah yang seharusnya menjadi tumpuan kasih sayang justru meninggalkan mereka dengan menikah lagi. Sehingga, beban keluarga itu dipikul oleh seorang abang yang sebenarnya dia sendiri maasih sangat terpukul oleh keputusan ayahnya untuk menikah lagi. Berbagai cara untuk menghilangkan stress pun dia lakukan, himgga akhirnya mengantarkan dia dalam keputus asaan. Namun disisi lain, dia adalah abang yang sangat bertanggung jawab terhadap adik-adiknya. Pekerjaan yang kasar sekalipun dia jalani untuk mencukupi semua kebutuhan hidup adik-adiknya.

Pada suatu ketika,  tampak si abang sedang duduk sendirian di samping meja makan, dia minum secangkir kopi. Sesaat kemudian dia ingin mengkonsumsi sesuatu. Sebuah kantong plastik berisi beberapa butir pil dia ambil dari kantong bajunya. Saat dia mau mengambilnya dengan menyobek uujung kantong plastik, dia terlalu keras menyobeknya, hingga, jatuh berhamburan semua isi kantong. Kemudian dengan tergesa-gesa dia memunguti satu persatu. Kemudian dia memasukkan semua pil kedalam kantong bajunya. Kemudian dia menyisakan satu butir untuk langsung diminumnya. Tiba-tiba adiknya keluar. Si abang segera pergi tanpa pamit terlebih dahulu. Adiknya mencoba mengejar namun si abang terlanjur pergi. Adiknya kemudian memungut sebutir pil yang masih tercecer di lantai. Dengan perasaan tak menentu adiknya hanya bisa memandang jauh ke arah abangnya pergi.
LAMPU PADAM.

ABANG PULANG KERJA
1.  Abang      : “Nin, kopinya mana?”
2.  Nindi        : (Suara dari dalam) “Iya Bang’
3.  Abang      : “Cepaat!!!’
4.  Nindi        : “Sabar sedikit kenapa…”
5.  Abang      : “Cepaaat!!!”
6.  Nindi        ; “Iya iya…” (Muncul dengan membawa secangkir kopi) “Gitu saja pakai bentak-bentak, kalau mau cepat ya ambil sendiri saja Bang”
7.  Abang      : “Mau nglawan kamu ya!?? Kamu seneng kalau abangmu ini mati kehausan!? Iya!??”
8.  Nindi        : “Eh Bang, bikin secangkir kopi itu tidak mudah. Harus merebus airnya dului lah, ambil cangkirnya lah, menuangkan airnya lah, menuangkan kopinya lah, gulanya lah, belum lagi..”
9.  Abang      : “Belum lagi apa? Apa!??”
10.   Nindi     : “Jalan dulu dari dapur. Jalan dengan hati-hati supaya kopinya tidak tumpah. Bang, segala sesuatu di dunia ini tidak ada yang serba instant. Semua butuh proses. Tidak bisa ada dengan begitu saja.”
11.   Abang   : “banyak ngomong kamu!!!” (Sambil menyiramkan kopi ke muka Nindi) “Kamu anak kecil tahu apa? Kamau belum merasakan pahitnya kehidupan. Kerasnya kehidupan di luar sana. Bekerja keras. Banting tulang. Peras keringat. Bikin kopi saja tidak becus sudah berani menceramahiku”
12.   Nindi     : (Menangis terisak-isak)“Bang, bukan hanya di luar sana. Di dalam keluarga ini pun kehidupan yang keras itu sudah aku rasakan. Sejak kecil aku sudah tidak merasakan hangatnya pelukan seorang ibu. Sejak kecil aku sudah tidak merasakan kasih sayang dari seorang ayah”
13.   Abang   : “Diam cerewet! Jangan kau singgung tentang dia. Jangan kau ungkit lagi tentang dia!”
14.   Nindi     : “Sekarang yang aku punya adalah seorang Abang dan seorang kakak, yang kuharapkan bisa menjadi pengganti seorang ayah dan ibu bagiku. Yang seharusnya menjadi tempatku berlindung, tempatku bermanja, dan tempatku berbagi.”
15.   Abang   : “Eh!! Keluarga ini bukanlah seperti keluarga yang lain. Disini kita harus bisa berdiri sendiri. Manja? Manja yang kamu minta? Bukan hanya kamu yang merindukan di manja, Abangmu ini juga. Tapi, apa cukup hidup kita ini kalau hanya untuk bermanja-manja”
16.   Nindi     : “Setidaknya, Abang bisa untuk tempatku berlindung, dan Abang juga sebagai tempatku untuk berbagi. Hanya itu bang, hanya itu yang sangat aku harapkan dari Abang. Tidak lebih”
17.   Abang   : “Berlindung? Eh, sejak kecil, kamu sudah Abang ajari bagaimana cara melindungi diri kita sendiri. Sejak kecil, Abang sudah katakana kepadamu. Hidup ini tidak boleh selalu bergantung dengan orang lain. Hidup kita adalah milik kita. Bukan milik orang lain. Berbagi? Sejak kecil kita sudah berbagi. Berbagi kesedihan. Berbagi derita, dan berbagi  air mata. Apakah itu semua belum cukup?”
18.   Nindi     : “Bang, aku yakin kalau keluarga kita yang selalu berderai air mata ini bisa merasakan kebahagiaan, seperti keluarga-keluarga yang lain. Aku punya Abang yang sejak kecil selalu bekerja keras untuk menghidupi adik-adiknya. Seorang Abang yang tak pantang menyerah oleh kerasnya kehidupan. Seseorang ibarat sebuah kapal dalam deburan ombak di tengah lautan luas, dan tetap tegar melaju di tengah badai yang menghempas”
19.   Abang   : “Sayangnya, Abangmu ini bukanlah Abang dalam pikiranmu itu. Abangmu ini tak lebih dari sebuah batu terjal di tengah gurun yang luas. Ahh!!! Persetan dengan semua itu!!”
Naskah ini baru kami posting 10%, untuk lebihlengkapnya bisa anda download disini.

Naskah Drama 2011 "Jangan Pergi Bang"


JANGAN PERGI BANG…
(Karya : Ali Mustofa)
Sebuah keluarga kecil yang telah lama kehilangan kasih sayang seorang ibu yang telah lama meninggalkan ketiga anaknya untuk selama-lamanya. Keluarga kecil  yang terdiri dari seorang abang dan kedua adik perempuannya yang sangat manja. Penderitaan ketiga saudara itu semakin lengkap saat ayah yang seharusnya menjadi tumpuan kasih sayang justru meninggalkan mereka dengan menikah lagi. Sehingga, beban keluarga itu dipikul oleh seorang abang yang sebenarnya dia sendiri maasih sangat terpukul oleh keputusan ayahnya untuk menikah lagi. Berbagai cara untuk menghilangkan stress pun dia lakukan, himgga akhirnya mengantarkan dia dalam keputus asaan. Namun disisi lain, dia adalah abang yang sangat bertanggung jawab terhadap adik-adiknya. Pekerjaan yang kasar sekalipun dia jalani untuk mencukupi semua kebutuhan hidup adik-adiknya.

Pada suatu ketika,  tampak si abang sedang duduk sendirian di samping meja makan, dia minum secangkir kopi. Sesaat kemudian dia ingin mengkonsumsi sesuatu. Sebuah kantong plastik berisi beberapa butir pil dia ambil dari kantong bajunya. Saat dia mau mengambilnya dengan menyobek uujung kantong plastik, dia terlalu keras menyobeknya, hingga, jatuh berhamburan semua isi kantong. Kemudian dengan tergesa-gesa dia memunguti satu persatu. Kemudian dia memasukkan semua pil kedalam kantong bajunya. Kemudian dia menyisakan satu butir untuk langsung diminumnya. Tiba-tiba adiknya keluar. Si abang segera pergi tanpa pamit terlebih dahulu. Adiknya mencoba mengejar namun si abang terlanjur pergi. Adiknya kemudian memungut sebutir pil yang masih tercecer di lantai. Dengan perasaan tak menentu adiknya hanya bisa memandang jauh ke arah abangnya pergi.
LAMPU PADAM.

ABANG PULANG KERJA
1.  Abang      : “Nin, kopinya mana?”
2.  Nindi        : (Suara dari dalam) “Iya Bang’
3.  Abang      : “Cepaat!!!’
4.  Nindi        : “Sabar sedikit kenapa…”
5.  Abang      : “Cepaaat!!!”
6.  Nindi        ; “Iya iya…” (Muncul dengan membawa secangkir kopi) “Gitu saja pakai bentak-bentak, kalau mau cepat ya ambil sendiri saja Bang”
7.  Abang      : “Mau nglawan kamu ya!?? Kamu seneng kalau abangmu ini mati kehausan!? Iya!??”
8.  Nindi        : “Eh Bang, bikin secangkir kopi itu tidak mudah. Harus merebus airnya dului lah, ambil cangkirnya lah, menuangkan airnya lah, menuangkan kopinya lah, gulanya lah, belum lagi..”
9.  Abang      : “Belum lagi apa? Apa!??”
10.   Nindi     : “Jalan dulu dari dapur. Jalan dengan hati-hati supaya kopinya tidak tumpah. Bang, segala sesuatu di dunia ini tidak ada yang serba instant. Semua butuh proses. Tidak bisa ada dengan begitu saja.”
11.   Abang   : “banyak ngomong kamu!!!” (Sambil menyiramkan kopi ke muka Nindi) “Kamu anak kecil tahu apa? Kamau belum merasakan pahitnya kehidupan. Kerasnya kehidupan di luar sana. Bekerja keras. Banting tulang. Peras keringat. Bikin kopi saja tidak becus sudah berani menceramahiku”
12.   Nindi     : (Menangis terisak-isak)“Bang, bukan hanya di luar sana. Di dalam keluarga ini pun kehidupan yang keras itu sudah aku rasakan. Sejak kecil aku sudah tidak merasakan hangatnya pelukan seorang ibu. Sejak kecil aku sudah tidak merasakan kasih sayang dari seorang ayah”
13.   Abang   : “Diam cerewet! Jangan kau singgung tentang dia. Jangan kau ungkit lagi tentang dia!”
14.   Nindi     : “Sekarang yang aku punya adalah seorang Abang dan seorang kakak, yang kuharapkan bisa menjadi pengganti seorang ayah dan ibu bagiku. Yang seharusnya menjadi tempatku berlindung, tempatku bermanja, dan tempatku berbagi.”
15.   Abang   : “Eh!! Keluarga ini bukanlah seperti keluarga yang lain. Disini kita harus bisa berdiri sendiri. Manja? Manja yang kamu minta? Bukan hanya kamu yang merindukan di manja, Abangmu ini juga. Tapi, apa cukup hidup kita ini kalau hanya untuk bermanja-manja”
16.   Nindi     : “Setidaknya, Abang bisa untuk tempatku berlindung, dan Abang juga sebagai tempatku untuk berbagi. Hanya itu bang, hanya itu yang sangat aku harapkan dari Abang. Tidak lebih”
17.   Abang   : “Berlindung? Eh, sejak kecil, kamu sudah Abang ajari bagaimana cara melindungi diri kita sendiri. Sejak kecil, Abang sudah katakana kepadamu. Hidup ini tidak boleh selalu bergantung dengan orang lain. Hidup kita adalah milik kita. Bukan milik orang lain. Berbagi? Sejak kecil kita sudah berbagi. Berbagi kesedihan. Berbagi derita, dan berbagi  air mata. Apakah itu semua belum cukup?”
18.   Nindi     : “Bang, aku yakin kalau keluarga kita yang selalu berderai air mata ini bisa merasakan kebahagiaan, seperti keluarga-keluarga yang lain. Aku punya Abang yang sejak kecil selalu bekerja keras untuk menghidupi adik-adiknya. Seorang Abang yang tak pantang menyerah oleh kerasnya kehidupan. Seseorang ibarat sebuah kapal dalam deburan ombak di tengah lautan luas, dan tetap tegar melaju di tengah badai yang menghempas”
19.   Abang   : “Sayangnya, Abangmu ini bukanlah Abang dalam pikiranmu itu. Abangmu ini tak lebih dari sebuah batu terjal di tengah gurun yang luas. Ahh!!! Persetan dengan semua itu!!”
20. next
Untuk lebih lengkapnya bisa di download disini.

Looking for best Information

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Ali_Mustofa | cheap international calls