BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Perkembangan musik dunia
makin tahun pertumbuhanya kian pesat dan berkembang, khusunya di Indonesia
musik pada era saat ini telah berbeda dengan musik pada masa Indonesia di tahun
lalu. Saat ini mayoritas penikmat musik indonesia lebih suka untuk menikmati
musik modern dibanding dengan musik daerah. Pada hakikatnya musik daerah adalah
musik yang tumbuh dan berkembang dinusantara, tetapi pada saat ini musik-musik
tersebut tidak terlalu menarik perhatian peminat musik dan kurangnya sarana
sebagai tempat untuk mengembangkan musik daerah tersebut.
Salah satu contoh dari banyaknya jenis-jenis musik di
nusantara adalah Musik gamelan, musik ini lahir dan berkembang di daerah jawa.
Musik gamelan pada saat ini telah mengalami banyak perkembangan dan sedikit
modifikasi atau pertambahan beberapa alat msuik modern. Namun walaupun demikian
peminat musik ini masih sangat sedikit, umumnya para pemain musik daerah ini
adalah para orang-orang tua jawa yang telah mahir memainkan alat-alat musiknya.
Kurangnya pengetahun dan pengenalan mengenai musik derah ini membuat generasi
muda kurang begitu mengahargai dan mengapresiasi musik daerahnya.
Untuk dapat memahami lebih jauh mengenai musik gamelan maka pada makalah ini disajikan beberapa ulasan tentang musik gamelan, mulai dari sejarah, alat musik, dan beberapa tokohnya.
Untuk dapat memahami lebih jauh mengenai musik gamelan maka pada makalah ini disajikan beberapa ulasan tentang musik gamelan, mulai dari sejarah, alat musik, dan beberapa tokohnya.
1.2 TUJUAN
Makalah ini
bertujuan agar siswa-siswi kelas XI mengetahui dan lebih memahami mengenai
salah satu musik daerah nusantara yaitu Gamelan. Dan dapat pula untuk
menghargai dan melestarikan musik daerahnya.
1.3 RUMUSAN MASALAH
- Bagaimana sejarah gamelan?
- Alat musik apa saja yang digunakan pada musik gamelan?
- Alat musik apa saja yang digunakan pada musik gamelan?
- Jenis-jenis musik gamelan?
- Bagaimana cara untuk memainkan alat musik tersebut?
- Siapa saja tokoh musik gamelan?
- Grup gamelan yang masih ada pada saat ini?
- Bagaimana cara untuk memainkan alat musik tersebut?
- Siapa saja tokoh musik gamelan?
- Grup gamelan yang masih ada pada saat ini?
1.4 METODE PENELITIAN
Metode penelitian oleh
penulis dipilih dengan mempertimbangkan kesesuaian obyek, dan subyek yang
diteliti serta studi ilmu penulis, sehingga penulis dapat mengetahuiinformasi
mengenai gamelan.
1.5 MANFAAT
- Siswa dapat mengetahui sejarah
gamelan beserta perkembanganya
- Mengetahui alat-alat musik yang digunakan pada musik gamelan
- Dapat menghargai dan mencintai musik derah di nusantara
- Mengetahui alat-alat musik yang digunakan pada musik gamelan
- Dapat menghargai dan mencintai musik derah di nusantara
BAB II
SEJARAH DAN JENIS GAMELAN
2.1 SEJARAH GAMELAN
Gamelan adalah ensembel musik yang biasanya menonjolkan metalofon, gambang,
gendang, dan gong. Istilah gamelan merujuk pada instrumennya / alatnya, yang
mana merupakan satu kesatuan utuh yang diwujudkan dan dibunyikan bersama. Kata
Gamelan sendiri berasal dari bahasa Jawa gamel yang berarti memukul / menabuh,
diikuti akhiran an yang menjadikannya kata benda. Orkes gamelan kebanyakan
terdapat di pulau Jawa, Madura, Bali, dan Lombok
di Indonesia dalam berbagai jenis ukuran dan bentuk ensembel. Di
Bali dan Lombok saat ini, dan di Jawa lewat abad ke-18, istilah gong
lebih dianggap sinonim dengan gamelan.
Kemunculan gamelan
didahului dengan budaya Hindu-Budha
yang mendominasi Indonesia pada awal masa pencatatan sejarah, yang juga
mewakili seni asli indonesia. Instrumennya dikembangkan hingga bentuknya sampai
seperti sekarang ini pada zaman Kerajaan Majapahit.
Dalam perbedaannya dengan musik India, satu-satunya dampak ke-India-an dalam
musik gamelan adalah bagaimana cara menyanikannya. Dalam mitologi Jawa, gamelan
dicipatakan oleh Sang Hyang Guru pada Era Saka, dewa yang menguasai seluruh
tanah Jawa, dengan istana di gunung Mahendra di Medangkamulan (sekarang Gunung Lawu). Sang Hyang Guru pertama-tama menciptakan gong untuk
memanggil para dewa. Untuk pesan yang lebih spesifik kemudian menciptakan dua
gong, lalu akhirnya terbentuk set gamelan.
Gambaran tentang alat
musik ensembel pertama ditemukan di Candi Borobudur, Magelang Jawa Tengah, yang telah berdiri sejak abad ke-8. Alat musik
semisal suling bambu, lonceng, kendhang dalam berbagai ukuran, kecapi, alat
musik berdawai yang digesek dan dipetik, ditemukan dalam relief
tersebut. Namun, sedikit ditemukan elemen alat musik logamnya. Bagaimanapun,
relief tentang alat musik tersebut dikatakan sebagai asal mula gamelan.
Penalaan dan
pembuatan orkes gamelan adalah suatu proses yang kompleks. Gamelan menggunakan
empat cara penalaan, yaitu sléndro,
pélog, “Degung” (khusus daerah Sunda, atau Jawa Barat), dan “madenda” (juga dikenal sebagai diatonis, sama
seperti skala minor asli yang banyak dipakai di Eropa.
Musik Gamelan
merupakan gabungan pengaruh seni luar negeri yang beraneka ragam. Kaitan not
nada dari Cina, instrumen musik dari Asia Tenggara, drum band dan gerakkan
musik dari India, bowed string dari daerah Timur Tengah, bahkan style militer
Eropa yang kita dengar pada musik tradisional Jawa dan Bali sekarang ini.
Interaksi komponen
yang sarat dengan melodi, irama dan warna suara mempertahankan kejayaan musik
orkes gamelan Bali. Pilar-pilar musik ini menyatukan berbagai karakter
komunitas pedesaan Bali yang menjadi tatanan musik khas yang merupakan bagian
yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari.
Namun saat ini
gamelan masih digunakan pada acara-acara resmi seperti pernikahan, syukuran,
dan lain-lain. tetapi pada saat ini, gamelan hanya digunakan mayoritas
masyarakat Jawa, khususnya Jawa Tengah.
Kebudayaan Jawa setelah
masa prasejarah memasuki era baru yaitu suatu masa ketika kebudayaan dari luar
-dalam hal ini kebudayaan India- mulai berpengaruh. Kebudayaan Jawa mulai
memasuki jaman sejarah yang ditandai dengan adanya sistem tulisan dalam
kehidupan masyarakat. Dilihat dari perspektif historis selama kurun waktu
antara abad VIll sampai abad XV Masehi kebudayaan Jawa, mendapat pengayaan
unsur-unsur kebudayaan India. Tampaknya unsur-unsur budaya India juga dapat
dilihat pada kesenian seperti gamelan dan seni tari. Transformasi budaya musik
ke Jawa melalui jalur agama Hindu-Budha.
Data-data tentang
keberadaan gamelan ditemukan di dalam sumber verbal yakni sumber – sumber
tertulis yang berupa prasasti dan kitab-kitab kesusastraan yang berasal dari
masa Hindu-Budha dan sumber piktorial berupa relief yang dipahatkan pada
bangunan candi baik pada candi-candi yang berasal dari masa klasik Jawa Tengah
(abad ke-7 sampai abad ke-10) dan candi-candi yang berasal dari masa klasik
Jawa Timur yang lebih muda (abad ke-11 sampai abad ke¬15) (Haryono, 1985).
Dalam sumber-sumber tertulis masa Jawa Timur kelompok ansambel gamelan
dikatakan sebagai “tabeh – tabehan” (bahasa Jawa baru ‘tabuh-tabuhan’ atau
‘tetabuhan’ yang berarti segala sesuatu yang ditabuh atau dibunyikan dengan
dipukul). Zoetmulder menjelaskan kata “gamèl” dengan alat musik perkusi yakni
alat musik yang dipukul (1982). Dalam bahasa Jawa ada kata “gèmbèl” yang
berarti ‘alat pemukul’. Dalam bahasa Bali ada istilah ‘gambèlan’ yang kemudian
mungkin menjadi istilah ‘gamelan’. Istilah ‘gamelan’ telah disebut dalam
kaitannya dengan musik. Namur dalam masa Kadiri (sekitar abad ke¬13 Masehi),
seorang ahli musik Judith Becker malahan mengatakan bahwa kata ‘gamelan’
berasal dari nama seorang pendeta Burma dan seorang ahli besi bernama Gumlao.
Kalau pendapat Becker ini benar adanya, tentunya istilah ‘gamelan’ dijumpai
juga di Burma atau di beberapa daerah di Asia Tenggara daratan, namun ternyata
tidak.
Gambaran instrument
gamelan pada relief candi
Pada beberapa bagian dinding candi Borobudur dapat 17 dilihat jenis-jenis instrumen gamelan yaitu: kendang bertali yang dikalungkan di leher, kendang berbentuk seperti periuk, siter dan kecapi, simbal, suling, saron, gambang. Pada candi Lara Jonggrang (Prambanan) dapat dilihat gambar relief kendang silindris, kendang cembung, kendang bentuk periuk, simbal (kècèr), dan suling.
Pada beberapa bagian dinding candi Borobudur dapat 17 dilihat jenis-jenis instrumen gamelan yaitu: kendang bertali yang dikalungkan di leher, kendang berbentuk seperti periuk, siter dan kecapi, simbal, suling, saron, gambang. Pada candi Lara Jonggrang (Prambanan) dapat dilihat gambar relief kendang silindris, kendang cembung, kendang bentuk periuk, simbal (kècèr), dan suling.
Gambar relief
instrumen gamelan di candi-candi masa Jawa Timur dapat dijumpai pada candi Jago
(abad ke -13 M) berupa alat musik petik: kecapi berleher panjang dan celempung.
Sedangkan pada candi Ngrimbi (abad ke – 13 M) ada relief reyong (dua
buah bonang pencon). Sementara itu relief gong besar dijumpai di candi
Kedaton (abad ke-14 M), dan kendang silindris di
candi Tegawangi (abad ke-14 M). Pada candi induk Panataran (abad ke-14 M) ada
relief gong, bendhe, kemanak, kendang sejenis tambur; dan di pandapa teras
relief gambang, reyong, serta simbal. Relief bendhe dan terompet ada pada candi
Sukuh (abad ke-15 M).
Berdasarkan data-data pada relief dan kitab-kitab
kesusastraan diperoleh petunjuk bahwa paling tidak ada pengaruh India terhadap
keberadaan beberapa jenis gamelan Jawa. Keberadaan musik di India sangat erat
dengan aktivitas keagamaan. Musik merupakan salah satu unsur penting dalam
upacara keagamaan (Koentjaraningrat, 1985:42-45). Di dalam beberapa kitab-kitab
kesastraan India seperti kitab Natya Sastra seni musik dan seni tari berfungsi
untuk aktivitas upacara. keagamaan (Vatsyayan, 1968). Secara keseluruhan
kelompok musik di India disebut ‘vaditra’ yang dikelompokkan menjadi 5 kelas,
yakni: tata (instrumen musik gesek), begat (instrumen musik petik), sushira
(instrumen musik tiup), dhola (kendang), ghana (instrumen musik pukul).
Pengelompokan yang lain adalah:
(1) Avanaddha vadya, bunyi yang dihasilkan oleh getaran selaput kulit karena dipukul.
(2) Ghana vadya, bunyi dihasilkan oleh getaran alat musik itu sendiri.
(3) Sushira vadya, bunyi dihasilkan oleh getaran udara dengan ditiup.
(4) Tata vadya, bunyi dihasilkan oleh getaran dawai yang dipetik atau digesek.
(1) Avanaddha vadya, bunyi yang dihasilkan oleh getaran selaput kulit karena dipukul.
(2) Ghana vadya, bunyi dihasilkan oleh getaran alat musik itu sendiri.
(3) Sushira vadya, bunyi dihasilkan oleh getaran udara dengan ditiup.
(4) Tata vadya, bunyi dihasilkan oleh getaran dawai yang dipetik atau digesek.
Klasifikasi tersebut dapat disamakan dengan membranofon
(Avanaddha vadya), ideofon (Ghana vadya), aerofon (sushira vadya), kordofon
(tata vadya). Irama musik di India disebut “laya” dibakukan dengan menggunakan
pola ‘tala’ yang dilakukan dengan kendang. Irama tersebut dikelompokkan
menjadi: druta (cepat), madhya (sedang), dan vilambita (lamban).
2.2 JENIS GAMELAN
Gamelan adalah seperangkat alat musik dengan nada
pentatonis, yang terdiri dari : Kendang, Bonang, Bonang Penerus, Demung, Saron,
Peking (Gamelan), Kenong & Kethuk, Slenthem, Gender, Gong, Gambang, Rebab,,
Siter, Suling.
Komponen utama alat musik gamelan adalah : bambu, logam, dan kayu. Masing-masing alat memiliki fungsi tersendiri dalam pagelaran musik gamelan
Kata Gamelan sendiri berasal dari bahasa Jawa “gamel” yang berarti memukul / menabuh, diikuti akhiran “an” yang menjadikannya sebagai kata benda. Sedangkan istilah gamelan mempunyai arti sebagai satu kesatuan alat musik yang dimainkan bersama.
Komponen utama alat musik gamelan adalah : bambu, logam, dan kayu. Masing-masing alat memiliki fungsi tersendiri dalam pagelaran musik gamelan
Kata Gamelan sendiri berasal dari bahasa Jawa “gamel” yang berarti memukul / menabuh, diikuti akhiran “an” yang menjadikannya sebagai kata benda. Sedangkan istilah gamelan mempunyai arti sebagai satu kesatuan alat musik yang dimainkan bersama.
Tidak ada kejelasan tentang sejarah terciptanya alat
musik ini. Tetapi, gamelan diperkirakan lahir pada saat budaya luar dari Hindu
– Budha mendominasi Indonesia. Walaupun pada perkembangannya ada perbedaan
dengan musik India, tetap ada beberapa ciri yang tidak hilang, salah satunya
adalah cara “menyanyikan” lagunya penyanyi pria biasa disebut sebagai wiraswara
dan penyanyi wanita disebut waranggana.
Menurut mitologi Jawa, gamelan diciptakan oleh Sang Hyang
Guru pada Era Saka. Beliau adalah dewa yang menguasai seluruh tanah Jawa,
dengan istana yang berada di gunung Mahendra di daerah
dangkamulan (sekarang Gunung Lawu).
dangkamulan (sekarang Gunung Lawu).
Alat musik gamelan yang pertama kali diciptakan adalah
“gong”, yang digunakan untuk memanggil para dewa. Setelah itu, untuk
menyampaikan pesan khusus, Sang Hyang Guru kembali menciptakan beberapa peralatan
lain seperti dua gong, sampai akhirnya terbentuklah seperangkat gamelan.
Pada jaman Majapahit, alat musik gamelan mengalami perkembangan yang sangat baik hingga mencapai bentuk seperti sekarang ini dan tersebar di beberapa daerah seperti Bali, dan Sunda (Jawa Barat).
Pada jaman Majapahit, alat musik gamelan mengalami perkembangan yang sangat baik hingga mencapai bentuk seperti sekarang ini dan tersebar di beberapa daerah seperti Bali, dan Sunda (Jawa Barat).
Bukti otentik pertama tentang keberadaan gamelan
ditemukan di Candi Borobudur, Magelang Jawa Tengah yang berdiri sejak abad
ke-8. Pada relief-nya terlihat beberapa peralatan seperti suling bambu,
lonceng, kendhang dalam berbagai ukuran, kecapi, alat musik berdawai yang
digesek dan dipetik, termasuk sedikit gambaran tentang elemen alat musik logam.
Perkembangan selanjutnya, gamelan dipakai untuk mengiringi pagelaran wayang dan
tarian. Sampai akhirnya berdiri sebagai musik sendiri dan dilengkapi dengan
suara para sinden. Gamelan yang
berkembang di Jawa Tengah, sedikit berbeda dengan Gamelan Bali ataupun Gamelan
Sunda. Gamelan Jawa memiliki nada yang lebih lembut apabila dibandingkan dengan
Gamelan Bali yang rancak serta Gamelan Sunda yang mendayu-dayu dan didominasi
suara seruling. Menurut beberapa penelitian, perbedaan itu adalah akibat dari
pengungkapan terhadap pandangan hidup “orang jawa” pada umumnya.
Pandangan yang
dimaksud adalah : sebagai orang jawa harus selalu “memelihara keselarasan
kehidupan jasmani dan rohani, serta keselarasan dalam berbicara dan bertindak”.
Oleh sebab itu, “orang jawa”
lalu menghindari ekspresi yang meledak-ledak serta selalu berusaha mewujudkan toleransi antar sesama. Wujud paling nyata dalam musik gamelan adalah tarikan tali rebab yang sedang, paduan seimbang bunyi kenong, saron kendang dan gambang serta suara gong pada setiap penutup irama.
lalu menghindari ekspresi yang meledak-ledak serta selalu berusaha mewujudkan toleransi antar sesama. Wujud paling nyata dalam musik gamelan adalah tarikan tali rebab yang sedang, paduan seimbang bunyi kenong, saron kendang dan gambang serta suara gong pada setiap penutup irama.
Penalaan dan
pembuatan orkes gamelan adalah suatu proses yang sangat kompleks. Gamelan
menggunakan empat cara penalaan, yaitu “sléndro”, “pélog”, ”Degung” (khusus
daerah Sunda, atau Jawa Barat), dan “madenda” (juga dikenal sebagai diatonis),
sama seperti skala minor asli yang banyak dipakai di Eropa.
• Slendro memiliki 5 nada per oktaf, yaitu : 1 2 3 5 6 [C- D E+ G A] dengan perbedaan interval kecil.
• Pelog memiliki 7 nada per oktaf, yaitu : 1 2 3 4 5 6 7 [C+ D E- F# G# A B] dengan perbedaan interval yang besar.
• Slendro memiliki 5 nada per oktaf, yaitu : 1 2 3 5 6 [C- D E+ G A] dengan perbedaan interval kecil.
• Pelog memiliki 7 nada per oktaf, yaitu : 1 2 3 4 5 6 7 [C+ D E- F# G# A B] dengan perbedaan interval yang besar.
Komposisi musik gamelan diciptakan dengan beberapa
aturan, yang terdiri dari beberapa putaran dan pathet, dibatasi oleh satu
gongan serta melodinya diciptakan dalam unit yang terdiri dari 4 nada.
Seni gamelan Jawa tidak hanya dimainkan untuk mengiringi
seni suara, seni tari, dan atraksi wayang. Saat diadakan acara resmi kerajaan
di keraton, digunakan alunan musik gamelan sebagai pengiring. Terutama, jika
ada anggota keraton yang melangsungkan pernikahan tradisi Jawa. Masyarakat Jawa
pun
Menggunakan alunan musik gamelan ketika mengadakan resepsi pernikahan.
Menggunakan alunan musik gamelan ketika mengadakan resepsi pernikahan.
Gamelan Sunda-Degung
(Jawa barat)
Degung adalah kumpulan alat musik dari sunda. Ada dua pengertian tentang istilah degung:
Degung adalah kumpulan alat musik dari sunda. Ada dua pengertian tentang istilah degung:
* Degung sebagai nama
perangkat gamelan
* Degung sebagai nama laras bagian dari laras salendro ( berdasarkan teori Machyar Angga Kusumahdinata).
* Degung sebagai nama laras bagian dari laras salendro ( berdasarkan teori Machyar Angga Kusumahdinata).
Degung sebagai unit
gamelan dan degung sebagai laras memang sangat lain. Dalam teori tersebut,
laras degung terdiri dari degung dwiswara (tumbuk: (mi) 2 – (la) 5) dan degung
triswara: 1 (da), 3 (na), dan 4 (ti).
Gamelan Degung
Ada beberapa gamelan
yang pernah ada dan terus berkembang di Jawa Barat, antara lain Gamelan
Salendro, Pelog dan Degung. Gamelan salendro biasa digunakan untuk mengiringi
pertunjukan wayang, tari, kliningan, jaipongan dan lain-lain. Gamelan pelog
fungsinya hampir sama dengan gamelan salendro, hanya kurang begitu berkembang
dan kurang akrab di masyarakat dan jarang dimiliki oleh grup-grup kesenian di
masyarakat. Hal ini menandakan cukup terwakilinya seperangkat gamelan dengan
keberadaan gamelan salendro, sementara gamelan degung dirasakan cukup mewakili
kekhasan masyarakat Jawa Barat. Gamelan lainnya adalah gamelan Ajeng berlaras
salendro yang masih terdapat di kabupaten Bogor, dan gamelan Renteng yang ada
di beberapa tempat, salah satunya di Batu Karut, Cikalong kabupaten Bandung.
Melihat bentuk dan interval gamelan renteng, ada pendapat bahwa kemungkinan
besar gamelan degung yang sekarang berkembang, berorientasi pada gamelan
Renteng.
Lagu-lagu degung di antaranya: Palwa, Palsiun, Bima Mobos (Sancang), Sang Bango, Kinteul Bueuk, Pajajaran, Catrik, Lalayaran, Jipang Lontang, Sangkuratu, Karang Ulun, Karangmantri, Ladrak, Ujung Laut, Manintin, Beber Layar, Kadewan, Padayungan, dsb. Sedangkan lagu-lagu degung ciptaan baru yang digarap dengan menggunakan pola lagu rerenggongan di antaranya: Samar-samar, Kembang Ligar, Surat Ondangan, Hariring Bandung, Tepang Asih, Kalangkang, Rumaos, Bentang Kuring, dsb.
Lagu-lagu degung di antaranya: Palwa, Palsiun, Bima Mobos (Sancang), Sang Bango, Kinteul Bueuk, Pajajaran, Catrik, Lalayaran, Jipang Lontang, Sangkuratu, Karang Ulun, Karangmantri, Ladrak, Ujung Laut, Manintin, Beber Layar, Kadewan, Padayungan, dsb. Sedangkan lagu-lagu degung ciptaan baru yang digarap dengan menggunakan pola lagu rerenggongan di antaranya: Samar-samar, Kembang Ligar, Surat Ondangan, Hariring Bandung, Tepang Asih, Kalangkang, Rumaos, Bentang Kuring, dsb.
Gamelan Bali
Musiknya juga sering
mengalami perubahan tempo dan dinamik. Bedanya lagi, gamelan Bali memiliki
lebih banyak instrumen berbilah daripada berpencu. Logamnya pun lebih tebal
sehingga dapat bersuara lebih nyaring. Ciri lain gamelan Bali adalah
digunakannya sejenis simbal yang disebut ceng-ceng. Ceng-ceng inilah yang
berbunyi nyaring dan cepat sehingga membuat musik Bali berbeda dari musik Jawa
• Perkembangan Musik Gamelan
Gamelan sejak dahulu sudah populer hampir di seluruh Indonesia dan sangat dipengaruhi oleh paham Hindu, Arab, dan Persia. Di keraton Yogya dan Solo masih terdapat perangkat gamelan yang masih lengkap sebagai bukti peninggalan jaman dahulu. Di Jawa Barat pada jaman Sultan Agung sudah terdapat peralatan gamelan yang lengkap. Suku bangsa yang paling aktif menggunakan perangkat gamelan adalah Jawa, Sunda, dan Bali. Instrumen ketiga daerah itu pada umumnya sama, dan perbedaannya terletak pada cara memainkannya. Gamelan Jawa dimainkan dengan keseimbangan antara vokal dan instrumental, tak ada yang menonjol antara keduanya, sedangkan pada gamelan Sunda vokal lebih dipentingkan dari pada instrumental, terutama pada permainan kliningan. Penyanyi vokalnya disebut pesinden. Gambelan Bali mengutamakan instrumental, karena disesuaikan dengan pemakaiannya, yaitu sebagai pengiring tarian.
Walaupun gamelan berkembang terus, sampai sekarang belum tercapai standardisasi nada, sehingga ukuran nada setiap perangkat dapat berbeda-beda. Walau demikian hal ini tidak menjadi masalah. Kini cukup banyak seniman di luar negeri yang berminat pada gamelan, terutama di Amerika Serikat dan Australia.
Perkembangan jaman terasa juga dalam perkembangan gamelan. Pada tahun 1960-an ditemukan gamelan yang tidak hanya terbatas dalam laras slendro dan laras pelog, tetapi lebih bersifat universal. Gamelan jenis ini tidak bernada pentatonis tetapi diatonis, sehingga dapat digunakan untuk mengiringi lagu-lagu pop.
Musik gamelan biasa digunakan sebagai pengiring pertunjukkan wayang, upacara keraton, upacara perkawinan adat Jawa. Tokoh dalam perkembangan musik gamelan:
1) Pastor Van Deinse SJ dari Semarang.
2) Uskup Agung dari Semarang.
• Perkembangan Musik Gamelan
Gamelan sejak dahulu sudah populer hampir di seluruh Indonesia dan sangat dipengaruhi oleh paham Hindu, Arab, dan Persia. Di keraton Yogya dan Solo masih terdapat perangkat gamelan yang masih lengkap sebagai bukti peninggalan jaman dahulu. Di Jawa Barat pada jaman Sultan Agung sudah terdapat peralatan gamelan yang lengkap. Suku bangsa yang paling aktif menggunakan perangkat gamelan adalah Jawa, Sunda, dan Bali. Instrumen ketiga daerah itu pada umumnya sama, dan perbedaannya terletak pada cara memainkannya. Gamelan Jawa dimainkan dengan keseimbangan antara vokal dan instrumental, tak ada yang menonjol antara keduanya, sedangkan pada gamelan Sunda vokal lebih dipentingkan dari pada instrumental, terutama pada permainan kliningan. Penyanyi vokalnya disebut pesinden. Gambelan Bali mengutamakan instrumental, karena disesuaikan dengan pemakaiannya, yaitu sebagai pengiring tarian.
Walaupun gamelan berkembang terus, sampai sekarang belum tercapai standardisasi nada, sehingga ukuran nada setiap perangkat dapat berbeda-beda. Walau demikian hal ini tidak menjadi masalah. Kini cukup banyak seniman di luar negeri yang berminat pada gamelan, terutama di Amerika Serikat dan Australia.
Perkembangan jaman terasa juga dalam perkembangan gamelan. Pada tahun 1960-an ditemukan gamelan yang tidak hanya terbatas dalam laras slendro dan laras pelog, tetapi lebih bersifat universal. Gamelan jenis ini tidak bernada pentatonis tetapi diatonis, sehingga dapat digunakan untuk mengiringi lagu-lagu pop.
Musik gamelan biasa digunakan sebagai pengiring pertunjukkan wayang, upacara keraton, upacara perkawinan adat Jawa. Tokoh dalam perkembangan musik gamelan:
1) Pastor Van Deinse SJ dari Semarang.
2) Uskup Agung dari Semarang.
BAB
III
ALAT
MUSIK GAMELAN
3.1 BAGIAN ALAT MUSIK GAMELAN
Bagian
Alat Musik Gamelan, nama-nama alat musik dalam Gamelan Jawa:
1.Kendhang:
Terbuat dari kulit hewan (Sapi atau kambing) Kendhang berfungsi utama untuk mengatur irama. Kendhang ini dibunyikan dengan tangan, tanpa alat bantu.Jenis kendang yang kecil disebut ketipung, yang menengah disebut kendang ciblon/kebar. Pasangan ketipung ada satu lagi bernama kendang gedhe biasa disebut kendang kalih.
Terbuat dari kulit hewan (Sapi atau kambing) Kendhang berfungsi utama untuk mengatur irama. Kendhang ini dibunyikan dengan tangan, tanpa alat bantu.Jenis kendang yang kecil disebut ketipung, yang menengah disebut kendang ciblon/kebar. Pasangan ketipung ada satu lagi bernama kendang gedhe biasa disebut kendang kalih.
Kendang kalih
dimainkan pada lagu atau gendhing yang berkarakter halus seperti ketawang,
gendhing kethuk kalih, dan ladrang irama dadi.
Bisa juga dimainkan cepat pada pembukaan lagu jenis lancaran ,ladrang irama tanggung. Untuk bermain kendhang, dibutuhkan orang yang sangat mendalami budaya Jawa, dan dimainkan dengan perasaan naluri si pemain, tentu saja dengan aturan-aturan yang ada.
Bisa juga dimainkan cepat pada pembukaan lagu jenis lancaran ,ladrang irama tanggung. Untuk bermain kendhang, dibutuhkan orang yang sangat mendalami budaya Jawa, dan dimainkan dengan perasaan naluri si pemain, tentu saja dengan aturan-aturan yang ada.
2. Demung, Saron,
Peking
Alat ini berbentuk
bilahan dengan enam atau tujuh bilah (satu oktaf ) ditumpangkan pada bingkai
kayu yang juga berfungsi sebagai resonator.
Instrumen mi ditabuh dengan tabuh dibuat dari kayu.
Menurut ukuran dan fungsinya, terdapat tiga jenis saran:
Instrumen mi ditabuh dengan tabuh dibuat dari kayu.
Menurut ukuran dan fungsinya, terdapat tiga jenis saran:
- demung (Paling
besar),
- saron (Sedang) dan-
peking(Paling kecil).
DEMUNG
Alat ini berukuran besar dan beroktaf tengah.
Demung memainkan balungan gendhing dalam wilayahnya yang terbatas.Umumnya, satu perangkat gamelan mempunyai satu atau dua demung.Tetapi ada gamelan di kraton yang mempunyai lebih dari dua demung.
DEMUNG
Alat ini berukuran besar dan beroktaf tengah.
Demung memainkan balungan gendhing dalam wilayahnya yang terbatas.Umumnya, satu perangkat gamelan mempunyai satu atau dua demung.Tetapi ada gamelan di kraton yang mempunyai lebih dari dua demung.
SARON
Alat ini berukuran sedang dan beroktaf tinggi.
Seperti demung, saron barung memainkan balungan dalam wilayahnya yang terbatas. Pada teknik tabuhan imbal-imbalan, dua saron memainkan lagu jalin menjalin yang bertempo cepat. Seperangkat gamelan mempunyai dua saron, tetapi ada gamelan yang mempunyai lebih dan dua saron.
Alat ini berukuran sedang dan beroktaf tinggi.
Seperti demung, saron barung memainkan balungan dalam wilayahnya yang terbatas. Pada teknik tabuhan imbal-imbalan, dua saron memainkan lagu jalin menjalin yang bertempo cepat. Seperangkat gamelan mempunyai dua saron, tetapi ada gamelan yang mempunyai lebih dan dua saron.
PEKING
Berbentuk saron yang paling kecil dan beroktaf paling tinggi.
Saron panerus atau peking ini memainkan tabuhan rangkap dua atau rangkap empat lagu balungan.
3. Bonang
Berbentuk saron yang paling kecil dan beroktaf paling tinggi.
Saron panerus atau peking ini memainkan tabuhan rangkap dua atau rangkap empat lagu balungan.
3. Bonang
Bonang dibagi menjadi
dua jenis, yaitu bonang barung dan bonang panerus. Perbedaannya pada besar dan
kecilnya saja, dan juga pada cara memainkan iramanya.
Bonang barung berukuran besar, beroktaf tengah sampai tinggi, adalah salah satu dari instrumen-instrumen pemuka dalam ansambel.
Khususnya dalam teknik tabuhan pipilan, pola-pola nada yang selalu mengantisipasi nada-nada yang akan datang dapat menuntun lagu instrumen-instrumen lainnya. Pada jenis gendhing bonang, bonang barung memainkan pembuka gendhing dan menuntun alur lagu gendhing. Pada teknik tabuhan imbal-imbalan, bonang barung tidak berfungsi sebagai lagu penuntun; ia membentuk pola-pola lagu jalin-menjalin dengan bonang panerus, dan pada aksen aksen penting bonang boleh membuat sekaran (lagu-lagu hiasan), biasanya di akhiran kalimat lagu.
Bonang barung berukuran besar, beroktaf tengah sampai tinggi, adalah salah satu dari instrumen-instrumen pemuka dalam ansambel.
Khususnya dalam teknik tabuhan pipilan, pola-pola nada yang selalu mengantisipasi nada-nada yang akan datang dapat menuntun lagu instrumen-instrumen lainnya. Pada jenis gendhing bonang, bonang barung memainkan pembuka gendhing dan menuntun alur lagu gendhing. Pada teknik tabuhan imbal-imbalan, bonang barung tidak berfungsi sebagai lagu penuntun; ia membentuk pola-pola lagu jalin-menjalin dengan bonang panerus, dan pada aksen aksen penting bonang boleh membuat sekaran (lagu-lagu hiasan), biasanya di akhiran kalimat lagu.
Bonang panerus adalah
bonang yang kecil, beroktaf tinggi. Pada teknik tabuhan pipilan, irama bonang
panerus memiliki kecepatan dalam bermain dua kali lipat dari pada bonang
barung. Walaupun mengantisipasi nada-nada balungan, bonang panerus tidak
berfungsi sebagai lagu tuntunan, karena kecepatan dan ketinggian wilayah
nadanya. Dalam teknik tabuhan imbal-imbalan, bekerja sama dengan bonang barung,
bonang panerus memainkan pola-pola lagu jalin menjalin.
4. Slenthem
Menurut
konstruksinya, slenthem termasuk keluarga gender; malahan kadang-kadang ia
dinamakan gender panembung. Tetapi slenthem mempunyai bilah sebanyak bilah
saron;
Slenthem beroktaf paling
rendah dalam kelompok instrumen saron. Seperti demung dan saron barung,
slenthem memainkan lagu balungan dalam wilayahnya yang terbatas.
5. Kethuk dan Kenong
Kenong merupakan satu
set instrumen jenis mirip gong berposisi horisontal, ditumpangkan pada tali
yang ditegangkan pada bingkai kayu. Dalam memberi batasan struktur suatu
gendhing, kenong adalah instrumen kedua yang paling penting setelah gong.
Kenong membagi gongan menjadi dua atau empat kalimat kalimat kenong. Di samping
berfungsi menggaris-bawahi struktur gendhing, nada-nada kenong juga berhubungan
dengan lagu gendhing; ia bisa memainkan nada yang sama dengan nada balungan;
ia boleh juga mendahului nada balungan berikutnya untuk menuntun alun lagu gendhing; atau ia dapat memainkan nada berjarak satu kempyung dengan nada balungan, untuk mendukung rasa pathet.
Pada kenongan bergaya cepat, dalam ayaka yakan, srepegan, dan sampak, tabuhan kenong menuntun alur lagu gendhing-gendhing tersebut.
Kethuk sama dengan kenong, fungsinya juga sama dengan kenong. Kethuk dan kenong selalu bermain jalin-menjalin, perbedaannya pada irama bermainnya saja.
ia boleh juga mendahului nada balungan berikutnya untuk menuntun alun lagu gendhing; atau ia dapat memainkan nada berjarak satu kempyung dengan nada balungan, untuk mendukung rasa pathet.
Pada kenongan bergaya cepat, dalam ayaka yakan, srepegan, dan sampak, tabuhan kenong menuntun alur lagu gendhing-gendhing tersebut.
Kethuk sama dengan kenong, fungsinya juga sama dengan kenong. Kethuk dan kenong selalu bermain jalin-menjalin, perbedaannya pada irama bermainnya saja.
6. Gender
Instrumen terdiri
dari bilah-bilah metal ditegangkan dengan tali di atas bumbung-bumbung
resonator. Gender ini dimainkan dengan tabuh berbentuk bulat (dilingkari
lapisan kain) dengan tangkai pendek.
Sesuai dengan fungsi lagu, wilayah nada, dan ukurannya, ada dua macam gender:
- gender barung dan
- gender panerus.
7. Gambang
Sesuai dengan fungsi lagu, wilayah nada, dan ukurannya, ada dua macam gender:
- gender barung dan
- gender panerus.
7. Gambang
Instrumen dibuat dari
bilah – bilah kayu dibingkai pada
gerobogan yang juga berfungsi sebagai resonator. Berbilah tujuh-belas sampai dua-puluh bilah, wilayah gambang mencakup dua oktaf atau lebih. Gambang dimainkan dengan tabuh berbentuk bundar dengan tangkai panjang biasanya dari tanduk/sungu. Kebanyakan gambang memainkan gembyangan (oktaf) dalam gaya pola pola lagu dengan ketukan ajeg. Gambang juga dapat memainkan beberapa macam ornamentasi lagu dan ritme, seperti permainan dua nada
dipisahkan oleh dua bilah, atau permainan dua nada dipisahkan oleh enam bilah, dan pola lagu dengan ritme– ritme sinkopasi.
gerobogan yang juga berfungsi sebagai resonator. Berbilah tujuh-belas sampai dua-puluh bilah, wilayah gambang mencakup dua oktaf atau lebih. Gambang dimainkan dengan tabuh berbentuk bundar dengan tangkai panjang biasanya dari tanduk/sungu. Kebanyakan gambang memainkan gembyangan (oktaf) dalam gaya pola pola lagu dengan ketukan ajeg. Gambang juga dapat memainkan beberapa macam ornamentasi lagu dan ritme, seperti permainan dua nada
dipisahkan oleh dua bilah, atau permainan dua nada dipisahkan oleh enam bilah, dan pola lagu dengan ritme– ritme sinkopasi.
8. Rebab
Instrumen kawat-gesek
dengan dua kawat ditegangkan pada selajur kayu dengan badan berbentuk hati
ditutup dengan membran (kulit tipis) dari babad sapi. Sebagai salah satu dari
instrumen pemuka, rebab diakui sebagai pemimpin lagu dalam ansambel, terutama
dalam gaya tabuhan lirih.
Pada kebanyakan gendhing-gendhing, rebab memainkan lagu pembuka gendhing, menentukan gendhing, laras, dan pathet yang akan dimainkan.
Wilayah nada rebab mencakup luas wilayah gendhing apa saja. Maka alur lagu rebab memberi petunjuk yang jelas jalan alur lagu gendhing.
Pada kebanyakan gendhing, rebab juga memberi tuntunan musikal kepada ansambel untuk beralih dari seksi yang satu ke yang lain.
Pada kebanyakan gendhing-gendhing, rebab memainkan lagu pembuka gendhing, menentukan gendhing, laras, dan pathet yang akan dimainkan.
Wilayah nada rebab mencakup luas wilayah gendhing apa saja. Maka alur lagu rebab memberi petunjuk yang jelas jalan alur lagu gendhing.
Pada kebanyakan gendhing, rebab juga memberi tuntunan musikal kepada ansambel untuk beralih dari seksi yang satu ke yang lain.
9. Siter
Siter merupakan
bagian ricikan gamelan yang sumber bunyinya adalah string (kawat) yang teknik
menabuhnya dengan cara di petik. Jenis instrumen ini di lihat dari bentuk dan
warna bunyinya ada tiga macam, yaitu siter, siter penerus (ukurannya lebih
kecil dari pada siter), dan clempung (ukurannya lebih besar dari pada siter).
Dalam sajian karawitan klenengan atau konser dan iringan wayang fungsi siter
sebagai pangrengga lagu.
BAB
IV
TOKOH
DAN GRUP GAMELAN
4.1 TOKOH GAMELAN
Kanjeng Pangeran Haryo (K.P.H.) Notoprojo, juga dikenal sebagai Ki
Tjokrowasito, K.R.T. Wasitodipuro, K.R.T. Wasitodiningrat,
adalah seorang empu (tokoh ahli) karawitan dan salah satu seniman gamelan Jawa yang paling dihormati. Dia memimpin gamelan Pura Paku Alaman serta gamelan untuk Radio Republik Indonesia Yogyakarta, dan mengajar gamelan di universitas-universitas di seluruh dunia. Ia juga adalah seorang komposer dan pemain rebab terkenal. Ia terkenal dengan karya komposisi gamelannya yang merakyat seperti “Kuwi Opo Kuwi”, “Gugur Gunung” dan “Modernisasi Desa” . Ia dilahirkan dengan nama Wasi Jolodoro 17 Maret 1909 – meninggal di Yogyakarta, Indonesia, 30 Agustus 2007.
Selain bermain di gamelan Kraton Paku Alaman, ia bermain dengan kelompok-kelompok gamelan ternama lainnya, seperti Daya Pradangga, dan menjabat sebagai direktur musik gamelan di stasiun radio MAVRO (Mataramsche Vereeniging Radio Omroep) dari tahun 1934, Radio Hosokyoku dari 1942-1945 selama pendudukan Jepang di Indonesia, dan RRI Yogyakarta setelah kemerdekaan. Dia mendapat kesempatan untuk mengajar karawitan di luar negeri sejak tahun 1953, dan bekerja di beberapa negara. Dia mengajar di Konservatori Tari Indonesia dan Akademi Seni Tari Indonesia, dan mendirikan sekolah untuk studi musik vokal, Pusat Olah Vokal Wasitodipuro.
Ia mengambil alih kepemimpinan gamelan Pura Pakualaman dari ayahnya pada tahun 1962. Gaya musik dari gamelan Pura Paku Alaman berbagi unsur-unsur tradisional yang mirip dengan gamelan Kesultanan Yogyakarta, dan dipengaruhi adanya persilangan budaya dengan Kraton Kasunanan di Surakarta / Solo. Notoprojo, setelah residensi yang diperpanjang di Solo, memperkaya proses persilangan musik gamelan ini, mungkin ke titik di mana karakter dan gaya gamelan Pura Paku Alaman bisa terdengar sebagian besar seperti gamelan Solo.
Dia menggubah musik untuk genre baru Sendratari (tari-drama) pada tahun 1960, termasuk pertunjukan pertama yang diselenggarakan di kompleks Candi Lara Jonggrang di Candi Prambanan. Ia bekerja sama dengan koreografer Bagong Kussudiardjo. Dalam lebih dari 250 komposisi musiknya, banyak potongan komposisi gamelan ringan (lagu dolanan) dan karya eksperimental “kreasi baru”, dan juga banyak yang menonjol dalam perbendaharaan komposisi musik gamelan. Dia menghidupkan kembali beberapa bentuk seni yang hampir mati atau punah dari sejarah Yogyakarta, termasuk wayang gedhog. Banyak dari susunan karya-karya musiknya, serta dua-volume notasi musik vokalnya, diterbitkan oleh American Gamelan Institute (“Institut Gamelan Amerika”).
Ia memimpin orkes gamelan di paviliun perwakilan Indonesia pada New York World’s Fair tahun 1964. Kemudian ia pindah ke Valencia, California pada tahun 1971 dan mengajar di Californian Institute of The Arts (“Institut Seni Kalifornia”) hingga tahun 1992, di samping bekerja di Universitas California, Berkeley, San Jose State University, dan banyak universitas lainnya di Amerika Serikat dan Kanada. Pada tahun 1992 (umur 83 tahun) ia memutuskan untuk pensiun dan kembali ke Yogyakarta, Indonesia. Rumahnya adalah sebuah tempat tinggal bagi seniman muda, dan juga tempat pertunjukan dan sarasehan beberapa seniman gamelan Jawa terbaik.
4.2 GRUP GAMELAN SAAT INI
adalah seorang empu (tokoh ahli) karawitan dan salah satu seniman gamelan Jawa yang paling dihormati. Dia memimpin gamelan Pura Paku Alaman serta gamelan untuk Radio Republik Indonesia Yogyakarta, dan mengajar gamelan di universitas-universitas di seluruh dunia. Ia juga adalah seorang komposer dan pemain rebab terkenal. Ia terkenal dengan karya komposisi gamelannya yang merakyat seperti “Kuwi Opo Kuwi”, “Gugur Gunung” dan “Modernisasi Desa” . Ia dilahirkan dengan nama Wasi Jolodoro 17 Maret 1909 – meninggal di Yogyakarta, Indonesia, 30 Agustus 2007.
Selain bermain di gamelan Kraton Paku Alaman, ia bermain dengan kelompok-kelompok gamelan ternama lainnya, seperti Daya Pradangga, dan menjabat sebagai direktur musik gamelan di stasiun radio MAVRO (Mataramsche Vereeniging Radio Omroep) dari tahun 1934, Radio Hosokyoku dari 1942-1945 selama pendudukan Jepang di Indonesia, dan RRI Yogyakarta setelah kemerdekaan. Dia mendapat kesempatan untuk mengajar karawitan di luar negeri sejak tahun 1953, dan bekerja di beberapa negara. Dia mengajar di Konservatori Tari Indonesia dan Akademi Seni Tari Indonesia, dan mendirikan sekolah untuk studi musik vokal, Pusat Olah Vokal Wasitodipuro.
Ia mengambil alih kepemimpinan gamelan Pura Pakualaman dari ayahnya pada tahun 1962. Gaya musik dari gamelan Pura Paku Alaman berbagi unsur-unsur tradisional yang mirip dengan gamelan Kesultanan Yogyakarta, dan dipengaruhi adanya persilangan budaya dengan Kraton Kasunanan di Surakarta / Solo. Notoprojo, setelah residensi yang diperpanjang di Solo, memperkaya proses persilangan musik gamelan ini, mungkin ke titik di mana karakter dan gaya gamelan Pura Paku Alaman bisa terdengar sebagian besar seperti gamelan Solo.
Dia menggubah musik untuk genre baru Sendratari (tari-drama) pada tahun 1960, termasuk pertunjukan pertama yang diselenggarakan di kompleks Candi Lara Jonggrang di Candi Prambanan. Ia bekerja sama dengan koreografer Bagong Kussudiardjo. Dalam lebih dari 250 komposisi musiknya, banyak potongan komposisi gamelan ringan (lagu dolanan) dan karya eksperimental “kreasi baru”, dan juga banyak yang menonjol dalam perbendaharaan komposisi musik gamelan. Dia menghidupkan kembali beberapa bentuk seni yang hampir mati atau punah dari sejarah Yogyakarta, termasuk wayang gedhog. Banyak dari susunan karya-karya musiknya, serta dua-volume notasi musik vokalnya, diterbitkan oleh American Gamelan Institute (“Institut Gamelan Amerika”).
Ia memimpin orkes gamelan di paviliun perwakilan Indonesia pada New York World’s Fair tahun 1964. Kemudian ia pindah ke Valencia, California pada tahun 1971 dan mengajar di Californian Institute of The Arts (“Institut Seni Kalifornia”) hingga tahun 1992, di samping bekerja di Universitas California, Berkeley, San Jose State University, dan banyak universitas lainnya di Amerika Serikat dan Kanada. Pada tahun 1992 (umur 83 tahun) ia memutuskan untuk pensiun dan kembali ke Yogyakarta, Indonesia. Rumahnya adalah sebuah tempat tinggal bagi seniman muda, dan juga tempat pertunjukan dan sarasehan beberapa seniman gamelan Jawa terbaik.
4.2 GRUP GAMELAN SAAT INI
Kiai Kanjeng
Gamelan Kiai Kanjeng bukan nama grup musik, melainkan
nama sebuah konsep nada pada alat musik “tradisional” gamelan yang diciptakan
oleh Novi Budianto. Kalau dalam khasanah musik Jawa terutama pada gamelan
lazimnya sistem tangga nada yang dipakai adalah laras pentatonis yang terbagi
ke dalam dua jenis nada yakni pelog dan slendro, maka gamelan yang digubah oleh
Novi ini tidak berada pada jalur salah satunya, alias bukan pelog bukan
slendro.
Disebut demikian karena memang bila ditilik dari konsep tangga nadanya, ia berbeda dengan gamelan-gamelan pentatonis baik yang pelog maupun slendro. Meskipun bila ditinjau dari segi bahan dan bentuknya gamelan KiaiKanjeng tetaplah sama dengan gamelan Jawa pada umumnya. Dan perbedaan nada tersebut terletak pada jumlah bilahannya serta kenyataan bahwa gamelan KiaiKanjeng juga merambah ke wilayah diatonis, meski tidak sepenuhnya. Tepatnya: sel-la-si-do-re-mi-fa-sol, dengan nada dasar G=do atau E Minor.
Konsep nada Gamelan KiaiKanjeng adalah solmisasi yang belum sempurna: sel, la, si, do, re, mi, fa, sol. Penyempurnaan terus dilakukan dengan ninthing instrumen gamelan (saron, bonang dan sebagainya) yang baru, karena sesungguhnya yang diperlukan jauh melebihi yang sekarang ada. Pelarasan nada ini oleh Novi Budianto pada mulanya dipilih berdasarkan pengalamannya menata musik-puisi Emha Ainun Nadjib sejak berproses bersama di teater Dinasti.
Disebut demikian karena memang bila ditilik dari konsep tangga nadanya, ia berbeda dengan gamelan-gamelan pentatonis baik yang pelog maupun slendro. Meskipun bila ditinjau dari segi bahan dan bentuknya gamelan KiaiKanjeng tetaplah sama dengan gamelan Jawa pada umumnya. Dan perbedaan nada tersebut terletak pada jumlah bilahannya serta kenyataan bahwa gamelan KiaiKanjeng juga merambah ke wilayah diatonis, meski tidak sepenuhnya. Tepatnya: sel-la-si-do-re-mi-fa-sol, dengan nada dasar G=do atau E Minor.
Konsep nada Gamelan KiaiKanjeng adalah solmisasi yang belum sempurna: sel, la, si, do, re, mi, fa, sol. Penyempurnaan terus dilakukan dengan ninthing instrumen gamelan (saron, bonang dan sebagainya) yang baru, karena sesungguhnya yang diperlukan jauh melebihi yang sekarang ada. Pelarasan nada ini oleh Novi Budianto pada mulanya dipilih berdasarkan pengalamannya menata musik-puisi Emha Ainun Nadjib sejak berproses bersama di teater Dinasti.
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Gamelan adalah produk budaya
untuk memenuhi kebutuhan manusia akan kesenian. Kesenian merupakan salah satu
unsur budaya yang bersifat universal. Ini berarti bahwa setiap bangsa
dipastikan memiliki kesenian, namun wujudnya berbeda antara bangsa yang satu
dengan bangsa yang lain. Apabila antar bangsa terjadi kontak budaya maka
keseniannya pun juga ikut berkontak sehingga dapat terjadi satu bangsa akan
menyerap atau mengarn bila unsur seni dari bangsa lain disesuaikan dengan
kondisi seternpat. Oleh karena itu sejak keberadaan gamelan sampai sekarang
telah terjadi perubahan dan perkembangan, khususnya dalam kelengkapan
ansambelnya.
5.2 SARAN
Berdasarkan penemuan yang diperoleh dari penelitian ini,
dapat dianjurka beberapa saran sebagai berikut:
- Meningkatkan pengetahuan tentang dunia seni
tradisional.
- Perlunya penelitian lebih lanjut bagaimana
karakteristik Gamelan.
- Dari peneletian ini diharapkan adanya penelitian
yang lebih lanjut untuk
mengkaji perkembangan Gamelan di
Indonesia.
- Perlu adanya pelatihan yang lebih lanjut dalam
pembuatan laporan penelitian.