LIMBUK INGIN JADI INSINYUR
Masuk Limbuk dengan wajah mrengut,
1. Limbuk : “Aku pengen sekolah
Mbok……!”
2. Mbok
Cangik : (Nyusul di belakang)
“Sekolah?”
3. Limbuk : “Iya mbok, aku ingin
sekolah!”
4. Mbok
Cangik : “Tapi Simbok…”
5. Limbuk : “Sekolah!”
Tampak
3 orang perempuan, tiba-tiba masuk dan tampak berbisik-bisik menggunjing.
Perempuan
1, yaitu Darmi, perempuan ahli dapur, alias tukang masak. (Masuk dengan membawa
munthu)
Perempuan
2, yaitu Darni, perempuan ahli sapu dan kelud, alias tukang bersih-bersih.
(masuk dengan membawa sapu)
Perempuan
3, yaitu Darti, perempuan ahli laundry, alias tukang cuci baju plus setrika.
(masuk dengan membawa sikat baju)
Setelah
beberapa saat berbisik;
6. Darti : “Nah, kalian sudah paham kan?”
7. Darni : “Memang begitu kenyataannya Ti””
8. Darmi : “Apanya?”
9. Darti : “Ya itu tadi”
10. Darmi : “Yang mana?”
11. Darti : “Yang baru saja kita bicarakan tadi”
12. Darmi : “ooo, yang tadi itu to…”
13. Darti,
Darni : “Ya itu”
14. Darmi : “He he he, memangnya, kalian tadi membicarakan
siapa to?”
15. Darti : “Darmi Darmi, kamu itu, ola-olo kok jadi
hobi”
16. Darni : “Tulalit kok jadi kebiasaan”
17. Darti : “Goblok kok dipelihara”
18. Darni : “Bodo kok disimpan”
19. Darti : “Mendo kok jadi adat”
20. Darni : “Cengoh kok jadi tradisi”
Tiba – tiba Darti dan Darni diam
tampak acuh kepada Darmi.
21. Darmi : “Sudah to? Ti, sudah to? Ni, sudah?”
22. Darti,
Darni : “sudaaah”
23. Darmi : “Ooo, ya sudah kalu gitu. Ayo pulang..”
24. Darti : “Pulang gundulmu itu! Baru berapa menit
kita disini? Kok sudah mau pulang. Ya rugi kita jauh-jauh dating dari pucung
gunung brang lor sana kalau kita hanya sebentar disini”
25. Darni : “Yo wis lah! Nggak usah terlalu banyak
ngelantur, langsung saja menuju tema dialog dan musyawarah kita tadi”
26. Darmi : “Tentang??”
27. Darni,
Darti : “LIMBUK”
28. Darmi : “Owalah, buat apa kita itu membicarakan
orang lain. Jangan jadi korban infotainment gitu to, yang suka gossip
sana-sini”
29. Darti : “Siapa bilang kita menggosip, kita hanya
bicara fakta, realita dan kasunyatan. Bener to Ni?”
30. Darni : “Bener itu” (sambil mencoba menghilangkan slilit di sela-sela giginya)
31. Darmi : “Dengan membicarakan orang lain, kita bisa
membuat namanya tercemar, dan hal itu bisa membuat kita dituntut dengan tuduhan
ganda, atau pasal berlapis, yaitu perbuatan tidak menyenangkan, sesuai Pasal 33
ayat 1 KUHP, dan Pencemaran Nama baik,
yang diatur dalam Pasal 310 ayat 1 KUH Pidana dengan ancaman hukuman paling
lama 9 bulan. Nah, nyeprot tenan to..? 9 bulan, kurang 10 hari suddah lahir.
Kalau kurang dari itu premature… iya to?”
32. Darti : “Gayamu Mi Mi, sepeti pak Hakim saja,
ngomong pasal”
33. Darmi : “Memangnya, kita tidak boleh ngomong pasal,
lha kalau kita sebagai masyarakat kecil saja tidak tau peraturan seperti itu,
bisa blai”
34. Darni : “Blai apanya? Wong kita kan tidak tahu ya
jelas nggak masuk itungan”
35. Darmi : “Siapa bilang, coba kalian dengarkan berita
di Koran, atau kalian baca berita di radio.. ohh sik sik sik, mmm… maksud saya
baca Koran, dan dengarkan radio tentang rakyat kecil seperti kita yang
dipenjara hanya karena kita tidak tahu pasal”
36. Darni : “Contohnya?”
37. Darmi : “Seorang nenek – nenek yang dipenjara 6
bulan gara gara mengambil kapuk yang jatuh, kemudian dituduh mencuri. Kemudian
dilaporkan ke pihak berwajib. Kena deh…”
38. Darti : “iya ya, bener. Tumben Darmi mletik”
39. Darmi : “Aku ok”
40. Darni : “Kita membicarakan Limbuk saja, tidak usah
membicarakan yang lain. Pasal bukan tema kita hari ini, tapi Limbuk. Limbuk,
lincah nanging koyo tempe gembuk”
41. Darmi : “kumat, korban insert”
42. Darti : “Sik Mi, sebenarnya yang korban gossip itu
aku apa kamu, dari tadi yang hafal tentang acara tipi kok malah kamu”
43. Darmi : “Sedikit”
44. Darni : “Sudahlah, ehh.. kalian tahu tidak. Limbuk
itu nekat pengen sekolah, katanya dia itu pengen sekolah yang duwur, biar bisa
jadi insinyur, bukan hanya tukang sayur, atau tukang gebuk kasur, katanya biar
bisa hidup makmur”
45. Darti : “Biar nasib bisa lebih mujur, dan hidupnya
tidak terlalu banyak diatur”
46. Darmi : “Yo syukur…”
47. Darti : “Syukur piye to?”
48. Darmi : “Ya syukur kalau Limbuk pengen seperti itu,
aku saja pengen tapi nggak kelakon kok”
49. Darti : “Apa Limbuk itu tidak kasihan dengan Mbok
Cangik, sudah tua, reyot, kurus kering, dan …”
50. Darmi : “Dan apa? “ (langsung nyaut)
51. Darti : “Dan…dan ngkrik-ngkriken”
52. Darmi : “Itu kalau bocah sekolah jaman millennium,
pengennya sekolah yang tinggi, tetapi tidka mau tirakat, akhirnya sawah ladang
orang tuanya ludes. Akhirnya, malah tidak bisa membahagiakan orang tuanya,
tetapi malah menyengsarakannya”
53. Darni : “Lha kalu Mbok Cangik? Tidak punya sawah maupun ladang, apa mau nggadekne gares?
Untuk menyekolahkan si Limbuk”
Tiba-tiba
Limbuk masuk dengan sedikit kesal sambil membawa timba.
54. Darti : “Insinyur kita datang….”
55. Darni : “Insinyur tukang tandur”
56. Darti : “Insinyur tukang adol bubur”
57. Darni : “Insinyur tukang nglindur”
58. Darti : “Insinyur tukang kukur-kukur”
59. Darmi : “kumat, ngelantur”
60. Limbuk
: Ada apa to kok kalian tampak sinis padaku, apakah aku ada salah dengan mbakyu
mbakyu semuanya”
61. Darmi :
“Aku tidak lo Mbuk, Darti dan Darni itu lo”
62. Darti : “Iya Mbuk, dengar dengar kamu mau sekolah”
63. Darni : “Terus kuliah”
64. Darti : “Terus nggadekne sawah”
65. Darni : “Tambah jual rumah”
66. Darti : “Bisa-bisa, Mbok Cangik cepet dapat
gelar…”
67. Darti,
Darni : “Almarhumah”
68. Limbuk : “Saya mau sekolah? Benar. Tapi kalau
sampai jual rumah, enggak aah… Memangnya, untuk sekolah tinggi harus
menghabiskan segala-galanya seperti itu?”
69. Darmi : “Bener itu Mbuk, hanya orang yang katrok
saja yang berpikir bahwa sekolah itu hanya pemborosan saja. Mereka tidak mampu
berpikir secara terarah, terbimbing dan terpadu. Maklum, namanya juga Kuper en Kupen”
70. Darti : “Maksudnya?”
71. Darmi : “Kurang pergaulan dan kurang pendidikan”
72. Darti : “Kamu bisa diam nggak Mi, nantu kamu ku
sikat dengan sikatku ini. Kalau belum halus, tak tambahi setrika areng di
belakang itu!”
73. Darmi : “Nesu….”
74. Limbuk : “Sudahlah yu, kalian jangan berkelahi
gara-gara aku. Apa yang akan aku lakukan ini adalah pilihanku, segala resiko
adalah konsekuensiku. Kenapa sih kalian ikut abyung seperti ini?”
75. Darni : “Bukannya abyung, kami ini hanya peduli”
76. Darmi : “Peduli apa meri?”
77. Darni : “Meri gimana to? Mbok Cangik itu sudah kami
anggap seperti mbok kami sendiri. Susah
senang kita hadapi bersama-sama. Kalau seneng seneng kita pasti berbagi, moso dong
susah kita juga tidak saling berbagi. Ini demi kebaikanmu juga Mbuk”
78. Darti : “Kamu jangan suudzon seperti itu. Sudah
jadi adat dan tradisi kita untuk hidup bergotong royong. Gotong royong itu
tidak hanya dalam wujud sambatan, gugur gunung atau mbangun rumah. Tetapi juga
gotong royong dalam memecahkan sebuah persoalan. Alias, musyawarah mufangat”
79. Darni : “Mufakat”
80. Darti : “Ya itu maksudku…”
81. Limbuk : “Begini lo Yu, saya itu niat sekolah dengan tulus ikhlas,
tanpa ada unsur paksaan. Pemerintah tidak mencanangkan program wajib belajar
pun dalam hati kecil saya sudah tertanam niat yang sangat besar untuk belajar”
82. Darni : “Sekarang bicara seperti itu, nanti?? Apa
kamu bisa menjamin niatmu itu? Apa kamu tidak akan tergoda oleh
kesenangan-kesenangan yang sifatnya sementara yang bisa menggoyahkan niat
baikmu itu?”
83. Limbuk : “Godaan memang selalu datang Yu, memang
banyak kasus muncul akibat lemahnya iman. Lha kalau kita tidak berani
melangkah, kapan kita bisa sampai tujuan”
84. Darti : “Melangkah ya melangkah Mbuk, tapi kalau
di depan kita terdapat jurang yang dalam. Apakah kamu siap melangkah dengan
resiko terjebur kedalam jurang itu?”
85. Limbuk : “itu namanya langkah konyol Yu, kalau memang
di depan kita ada jurang, kita bangun dulu jembatan supaya kita bisa melangkah
dan tidak tercebur ke dalam jurang”
86. Darti : “Kamu itu anak kecil tahu apa?”
87. Limbuk
: “maka dari itu Yu saya ingin sekolah, supay yang sebelumnya tidak tahu bisa
menjadi tahu, supaya yang sebelumnya tidak bisa menjadi bisa, supaya yang
sebelumnya bodoh bis amenjadi pintar”
88. Darmi : “Benar itu Mbuk, walaupun kita ini hanyalah
abdi, hanyalah pembantu, jangan menghalangi niat suci kita untuk sekolah
tinggi.
Mbok
Cangik masuk dengan membawa gayung.
89. Mbok
Cangik : “He he he, kalian rembugan apa?
90. Limbuk : “Eh, Simbok”
91. Mbok
Cangik : “Saya sudah dengar semua topic pembicaraan kalian tadi”
92. Darti : “Waduh, jadi Mbok Cangik juga tahu apa
yang kami ributkan sejaka awal tadi?”
93. Mbok
Cangik : “Kurang lebih begitu”
94. Darni : “Maaf lho Mbok, kami tidak bermaksud
menggunjing simbok. Kami hanya ingin memperkuat pertimbangan Limbuk dengan
segala resikonya”
95. Mbok
cangik : “Memang begitulah adanya Mbuk, apa kamu yakin untuk sekolah tinggi.
Semakin tinggi cita-cita yang kau rumuskan, tantangan itu semakin besar. Ibarat
bendera yang dikibarkan, semakin tinggi bendera berkibar, semakin kencang pula
angin yang menerpanya”
96. Darmi : “Tetapi, kalau kita tidak berani melangkah,
kita tidak akan maju”
97. Limbuk
: “Jadi, Simbok setuju?”
98. Mbok
Cangik : “Aku hanya mengujimu Nduk. Apakah dengan kondisi ekonomi kita yang
seperti ini kamu akan memiliki semangat yang tinggi untuk bersekolah. Karena,
dengan semangat yang tinggi itu, hambatan menjadi tantangan, dan cobaan adalah
penguji kesabaran. Nduk. Ilmu iku kelakone kanthi laku”
99. Limbuk : “Terima kasih ya Mbok”
100.Darmi : “MUNTHU.. Menuntut Ilmu untuk masa
depan yang lebih bermutu.
101.Darti : “SIKAT… Sikat kebodohan dengan
pendidikan”
102.Darni : “SAPU… Sapu segala godaan dan
hambatan, menuju cita-cita yang di idam-idamkan
103.Limbuk : “TIMBA… Menimba ilmu, menimba pengalaman,
untuk menjadi generasi yang cerdas dan brilian”
104.Mbok
Cangik : “He he he he…”
105.
Darmi, Darti, Darni, Limbuk : “Mbookk….??”
106.Mabok
Cangik : “anak-anak kita adalah tunas tunas yang kelak akan memimpin bangsa
ini, dengan gayung, akan kusirmai tunas-tunas itu agar tumbuh dan tumbuh.
Memiliki akar yang kuat, daun yang lebat, dan buah yang lezat.”
107.Darmi : “Mbok, bukan hanya Limbuk yang bisa jadi
insinyur, aku juga mau jadi PRESIDEN!”
TAMAT
Untuk file dalam Ms. Word silahkan download disini.
0 comments:
Post a Comment
Komentarmu adalah bagian dari nafasku...